Column

SEXUAL AWARENESS AND SELF DEFENSE PROGRAM
Oleh: Mierrina, Ummy Chairiyah, dan Nur Romdlon Maslahul Adi
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UINSA 

Perubahan hormon pada masa remaja sering kali menimbulkan rasa ingin tahu tentang hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas. Apalagi dengan kemajuan teknologi dan mudahnya akses informasi global melalui internet serta media sosial membuat remaja dapat dengan cepat memuaskan keingintahuan mereka terhadap seksualitas. Remaja yang saat ini berada dalam fase awal remaja adalah bagian dari generasi Gen-Z, yang sering disebut sebagai generasi pasca-milenial. Mereka lahir antara tahun 1996 hingga 2012, dengan yang termuda saat ini berusia sekitar 12 tahun. Di tengah pencarian akan identitas, remaja cenderung mencari informasi tentang seksualitas secara mandiri, namun hal ini bisa membawa mereka pada informasi yang tidak akurat, yang akhirnya memengaruhi perilaku seksual mereka.

Remaja akan mencari informasi secara mandiri terkait dengak seksualitas, yang memungkinkan mereka mendapatkan informasi yang belum benar, yang tentunya akan berdampak pada perilaku yang terkait seksualitas. Hal ini dibuktikan dengan beberapa fakta empiris saat ini, bahwa BKKBN Jawa Timur menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2022, terdapat 15.212 orang yang mengajukan dispensasi nikah, dengan 80 persen di antaranya sebagai akibat kehamilan pranikah, 20 persen sisanya oleh sebab lainnya (detik.com, 2023). Berdasarkan surat nikah yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Ponorogo, sebanyak 125 pemohon diberikan surat nikah dengan alasan hamil serta melahirkan. Selain itu, pengadilan agama juga memberikan izin kepada 51 anak yang mengajukan dispensasi perkawinan dengan memberikan alasan karena pacaran. Total terdapat sebanyak 176 pengajuan dispensasi nikah dini yang dikabulkan (surabaya.kompas.com, 2023).

Fenomena yang ada tentang perilaku seksual remaja hingga pernikahan dini dan kelahiran bayi yang tak diharapkan, tentu menjadi keprihatinan bersama. Minimnya edukasi tentang kesadaran seksual menjadi salah satu faktor yang ikut memengaruhi perilaku seksual yang tak diharapkan dari remaja. Apalagi dengan pendampingan yang minim dari orangtua terhadap pengetahuan dan perilaku seksual membuat para remaja membenarkan begitu saja apa yang mereka ketahui dari internet dan media sosial.

Psikoedikasi yang dilaksanakan di MTsN 3 Kota Surabaya. Foto: dok. pribadi

Hal inilah yang kemudian mendorong kami untuk melakukan program pengabdian kepada masyarakat tentang kesadaran seksual atau sexual awareness. Penelitian pendahuluan yang kami lakukan dengan 98 remaja sebagai subjek menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka memperoleh pengetahuan seksual dari media sosial, internet, dan teman sebaya. Hasil survei ini juga mengungkapkan beberapa kesalahpahaman yang dimiliki oleh remaja tentang seksualitas, seperti keyakinan bahwa laki-laki dapat memproduksi sel telur sebanyak 50% dan anggapan bahwa kehamilan tidak akan terjadi setelah satu kali berhubungan seks. Selain itu, ternyata banyak remaja yang masih belum mengetahui apa saja hal-hal yang termasuk dalam pelecehan seksual dan bagaimana cara melakukan pertahanan diri (self defense) dari perilaku tersebut.

Pelaksanaan Psikoedukasi bersama siswa MTsN 1 Kota Surabaya. Foto: dok. pribadi

Temuan ini menyoroti perlunya intervensi atau tindakan langsung untuk memberikan pemahaman yang tepat mengenai seksualitas kepada remaja serta langkah-langkah perlindungan diri terhadap masalah seksual. Hal ini mencakup penanganan dan upaya untuk mengurangi perilaku seks bebas yang bisa mengakibatkan kehamilan di luar pernikahan. Oleh karena itu, program psikoedukasi yang menggabungkan kesadaran seksual dan pertahanan diri menjadi penting, terutama bagi remaja awal yang berusia 12-15 tahun.

Penelitian awal tersebut kemudia menjadi dasar kami untuk melakukan program pengabdian kepada masyarakat dengan judul Sexual Awareness and Self Defense Program for Madrasah Students (Program Kesadaran Seksual dan Perlindungan Diri Bagi Siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri Kota Surabaya). Dua Madrasah Tsanawiyah Negeri di Kota Surabaya kami pilih untuk menjadi sasaran dari program ini. Pada tahap awal, kami melakukan pemetaan sexual knowledge dan sexual awareness pada lebih dari 1000 siswa pada dua madrasah. Siswa dengan sexual knowledge dan sexual awareness yang sedang dan rendah kemudian menjadi peserta untuk mendapatkan program psikoedukasi dan self defense.

Program ini diimplementasikan dengan fokus pada kesadaran seksual dan pertahanan diri melalui tahapan emosional yang disesuaikan dengan perkembangan remaja Generasi Z. Siswa jenjang Madrasah Tsanawiyah diberikan pendampingan dalam bentuk psikoedukasi mengenai kesadaran seksual dan pertahanan diri, serta dilibatkan dalam peran bermain untuk memahami dan mengaplikasikan teknik pertahanan diri saat menghadapi ancaman pelecehan seksual.

Siswa MTsN 3 Kota Surabaya memegang Buku Saku Self Awareness dan Self Defense yang diberikan pada program ini. Foto: dok. pribadi

Buku saku “Sexual Awareness dan Self Defense” menjadi bagian integral dari program ini dengan menyajikan 7 materi penting, seperti organ reproduksi, proses reproduksi, penyakit menular seksual, perubahan saat pubertas, perilaku seksual beresiko, memahami aurat, dan perlindungan diri dalam perilaku. Dari implementasi program ini, terlihat peningkatan yang signifikan dalam pengetahuan dan kesadaran seksual siswa.

Hasil evaluasi menunjukkan keberhasilan program dalam meningkatkan pemahaman dan kesadaran seksual, serta mempromosikan perlindungan diri terhadap perilaku seksual beresiko. Program ini melibatkan langkah-langkah mulai dari survei lapangan, psikoedukasi, permainan peran, hingga pemantauan dan evaluasi. Dengan demikian, diharapkan bahwa program ini dapat membantu remaja dalam menghadapi tantangan terkait seksualitas dan perilaku seksual beresiko, serta meningkatkan pemahaman dan perlindungan diri mereka.